RADAR69.ID – Jakarta, Dua pekan setelah banjir Aceh Tamiang menerjang pada penghujung November, jaringan listrik di Kabupaten Aceh Tamiang masih belum pulih. Hingga Kamis (11/12/2025), seluruh kecamatan mengalami pemadaman total. Warga bertahan menggunakan genset dan penerangan seadanya di tengah kondisi permukiman yang rusak parah akibat banjir besar.
Baca Juga: Mengerikan! Gempa Dahsyat Jepang M 7,5 Picu Peringatan Tsunami
Listrik Belum Menyala Pasca Banjir Aceh Tamiang
Kerusakan jaringan yang parah membuat pemulihan belum bisa dilakukan. Sejumlah jalanan masih gelap dan dipenuhi lumpur. “Masih mati, yang nyala pakai genset,” kata Ilham Balindra, pewarta foto yang bertugas di Aceh Tamiang.
Bupati Aceh Tamiang telah melaporkan kondisi tersebut kepada pemerintah pusat. Sebanyak 12 kecamatan belum menerima pasokan listrik. “Saya tadi bertanya kepada Bapak Bupati, listrik memang belum bisa dinikmati. Masih mati total seluruh kecamatan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Robohnya tower tegangan tinggi PLN akibat banjir memperburuk kondisi, memutus suplai listrik dan jaringan komunikasi. “Padahal listrik itu vital. Tanpa listrik, malam gelap gulita dan semua informasi serta komunikasi tidak bisa berjalan,” kata AHY.
Dampak dan Kerusakan yang Ditinggalkan
Kabupaten Aceh Tamiang menjadi salah satu wilayah terdampak paling parah. BNPB mencatat:
- 58 orang meninggal
- 18 luka-luka
- Lebih dari 252 ribu warga mengungsi
Kerusakan fasilitas dan permukiman meliputi:
- 2.800 rumah
- 127 fasilitas umum
- 62 gedung/kantor
- 54 fasilitas pendidikan
- 40 fasilitas kesehatan
- 33 rumah ibadah
- 2 jembatan
Hampir semua kawasan mengalami krisis air bersih, sementara kebutuhan logistik masih sangat terbatas.
Kisah Warga Bertahan Hidup Saat Banjir Aceh Tamiang
Warga Desa Sukajadi menjadi salah satu kelompok yang paling terdampak. Desi (45) menuturkan bagaimana ia dan warga lain terpaksa meminum air banjir karena tidak ada pasokan air bersih.
“Selama banjir itu kami mengonsumsi air sungai. Ada buat susu anak, masak air pakai air ini, karena kami kekurangan air bersih tak sempat bawa barang,” ujarnya.
Jalur yang terputus membuat mereka tidak makan selama tiga hari. “Kami tiga hari nggak makan,” lanjutnya. Bantuan baru masuk setelah akses darat mulai dibersihkan dan sebagian logistik diturunkan melalui udara.
Desi berharap pemerintah menyediakan hunian tetap karena rumahnya hancur tersapu arus. “Mohon dibantu, Pak. Kami orang-orang yang sudah terkena musibah ini, kami ingin dikasih tempat yang layak lagi,” katanya.
Ibu Muda Menyelamatkan Bayi Baru Lahir

Kisah lain datang dari Sri Novita Rizki (20), warga Desa Sukajadi, yang baru melahirkan beberapa hari sebelum banjir menerjang. Saat air masuk ke rumah, ia mengungsi sambil menggendong bayinya.
“Menyelamatkan bayi aja lah, nggak bisa menyelamatkan semuanya. Air selutut,” kata Sri.
Karena ketiadaan makanan, Sri sempat kehabisan ASI dan terpaksa memberi bayinya air tajin. “Gimana ya? Nggak ada air susu… dia kasih air tajin karena nggak ada susu,” ujarnya.
