
RADAR69.ID – Jakarta, Peristiwa memilukan terjadi di Desa Poli, Kecamatan Santian, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT). Seorang siswa SD tewas setelah diduga dianiaya oleh gurunya sendiri. Korban bernama Rafi To (10), murid kelas V SD Inpres One, meninggal dunia akibat dipukul menggunakan batu oleh guru olahraga bernama Yafet Nokas (51).
“Anak korban meninggal pada Kamis (2/10) sekitar pukul 18.00 Wita,” ujar Kapolres TTS, AKBP Hendra Dorizen, Selasa (14/10/2025).
Kasus siswa SD tewas akibat kekerasan guru ini langsung mengguncang masyarakat TTS. Insiden tersebut menjadi peringatan keras akan masih adanya praktik kekerasan dalam lingkungan pendidikan.
Baca Juga: 22 Pabrik di Cikande Terpapar Radiasi Cs-137, Warga Resah
Kronologi Penganiayaan Siswa SD yang Berujung Maut
Peristiwa naas ini terjadi pada Jumat (26/9/2025) di halaman SD Inpres One. Menurut keterangan polisi, saat itu Yafet Nokas memanggil Rafi dan sembilan murid lainnya karena tidak mengikuti latihan upacara serta tidak hadir dalam kegiatan sekolah minggu.
Tanpa ampun, Yafet mengambil batu dan memukul kepala Rafi sebanyak empat kali. Tidak hanya Rafi, delapan siswa lainnya juga menjadi korban amukan sang guru.
“Setelah mengumpulkan mereka, Yafet mengambil batu dan memukul Rafi bersama delapan temannya di bagian kepala sebanyak empat kali,” ujar Kapolres Hendra.
Rafi yang kesakitan langsung pulang ke rumah dengan kondisi lemas. Keesokan harinya, ia tidak masuk sekolah karena mengalami demam tinggi.
“Saat sakit baru korban menceritakan tentang yang dialaminya kepada orang tuanya,” jelas Hendra.
Perjalanan Akhir Sang Korban
Menurut hasil penyelidikan, kondisi korban terus memburuk setelah peristiwa pemukulan. Kepala korban membengkak dan memar. Ia dirawat oleh Sarlina Toh dan Margarita Tanaem, dua warga yang selama ini membantu menjaga korban.
AKP I Wayan Pasek Sujana menjelaskan kronologinya dengan rinci.
“Korban saat itu mengeluh sakit dan pulang. Kemudian keesokan harinya pada Sabtu (27/9/2025), korban tidak ke sekolah karena mengalami demam tinggi. Pada saat itulah korban menceritakan penganiayaan yang dialaminya tersebut kepada Sdri Sarlina Toh yang selama ini merawatnya,” jelasnya.
Pada Senin (29/9/2025), korban kembali mengeluh sakit kepala hebat dan meminta Sarlina memijatnya. Saat itu, Sarlina melihat kepala korban bengkak dan memar.
“Ketika ditanya Sarlina, korban mengatakan bengkak dan memar tersebut karena dipukul pakai batu oleh YN,” ungkapnya.
Kondisi korban terus memburuk hingga Kamis (2/10/2025).
“Pada Kamis (2/10/2025) pukul 08.00 Wita, Sarlita Toh dan Margarita Tanaem merawat korban di rumahnya, karena korban tidak mau diajak ke puskesmas. Suhu tubuh korban semakin panas tinggi hingga korban berbicara sendiri seperti orang tidak waras,” ujar Kasat Reskrim Polres TTS.
Rafi menghembuskan napas terakhir pada pukul 18.00 Wita, di pangkuan Margarita Tanaem. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman umum Desa Poli pada Minggu (5/10/2025).
Laporan Keluarga dan Tindakan Polisi
Kematian korban awalnya tidak langsung dilaporkan ke polisi. Namun, pada Kamis (9/10/2025), saksi Sarlita Toh melapor ke Polsek Boking karena curiga kematian korban tidak wajar.
“Pada Kamis (9/10/2025), karena merasa kematian korban tidak wajar, saksi Sarlita Toh melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Boking. Setelah menerima laporan, pihak Polsek yang dibackup oleh Satreskrim Polres TTS melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan terlapor, juga melakukan olah TKP dan gelar perkara,” jelas AKP Wayan Pasek Sujana.
Setelah pemeriksaan, penyidik menemukan bukti kuat bahwa korban meninggal akibat kekerasan. Polisi pun melakukan ekshumasi dan otopsi pada Sabtu (11/10/2025) untuk memastikan penyebab kematian.
Guru Yafet Nokas akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan resmi ditahan pada Jumat (10/10/2025) untuk 20 hari ke depan.
Pasal dan Hukuman untuk Pelaku
Kapolres TTS AKBP Hendra Dorizen menegaskan, pelaku dijerat Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, karena kekerasannya menyebabkan korban meninggal dunia.
“Ketentuan ini berlaku apabila kekerasan terhadap anak mengakibatkan kematian,” kata AKBP Hendra Dorizen, Senin (13/10) dikutip dari Antara.
Dari hasil pemeriksaan, pelaku sempat membantah, namun akhirnya mengakui perbuatannya setelah dibawa ke lokasi kejadian.
“Namun pada akhirnya dia mengaku usai dibawa ke tempat kejadian perkara. Dia mengaku menganiaya korban dengan batu di kepala,” ujarnya.
Kapolres Hendra menegaskan pihaknya berkomitmen menangani perkara ini secara transparan dan tuntas.
“Kami pastikan penanganan perkara ini dilakukan secara transparan dan tuntas,” tegasnya.