RADAR69.ID – Jakarta, Topan Kalmaegi menimbulkan bencana besar di Asia Tenggara setelah menerjang Filipina dan Vietnam. Badai dahsyat ini menewaskan sedikitnya 188 orang di Filipina dan lima orang di Vietnam pada Jumat (7/11/2025). Ribuan warga terpaksa mengungsi akibat angin kencang dan banjir besar yang melanda wilayah tersebut.
Di Filipina, Topan Kalmaegi memicu hujan deras luar biasa di wilayah tengah, khususnya Provinsi Cebu, menghanyutkan mobil, truk, hingga kontainer besar. Banyak rumah warga rata dengan tanah, dan jalanan berubah menjadi aliran lumpur dan puing-puing. Otoritas setempat mencatat lebih dari 500.000 warga masih mengungsi, dengan 135 orang dinyatakan hilang.
“Tantangannya sekarang adalah membersihkan puing-puing… Ini perlu dilakukan segera untuk mencari korban hilang dan agar operasi bantuan dapat dilanjutkan,” kata Raffy Alejandro, pejabat senior Badan Pertahanan Sipil Filipina.
Baca Juga: Breaking News: Dua Motor Tabrakan di Air Gegas, Dua Pengendara Tak Sadar Diri
Kerusakan Parah Akibat Topan Kalmaegi
Saat melanda Filipina, Topan Kalmaegi menghantam pulau-pulau besar seperti Cebu dan Negros sebelum bergerak ke arah Laut Cina Selatan. Banjir yang disebut “belum pernah terjadi sebelumnya” melanda kota-kota padat penduduk, menenggelamkan permukiman, dan menyebabkan tanah longsor di wilayah pegunungan.
Seorang warga Cebu, Christine Aton, kehilangan kakaknya yang disabilitas akibat banjir mendadak. “Kami mencoba membuka pintu kamarnya dengan pisau dapur dan linggis, tapi tidak bisa… lalu kulkas mulai mengapung,” ujarnya sambil menahan tangis.
Pemerintah Filipina menetapkan status bencana nasional untuk mempercepat penyaluran bantuan dan membatasi harga kebutuhan pokok. Presiden Ferdinand Marcos Jr. menegaskan bahwa bencana ini menjadi salah satu yang paling parah dalam sejarah modern Filipina.
Topan Kalmaegi Landa Vietnam dengan Angin 149 km/jam
Setelah meninggalkan Filipina, Topan Kalmaegi menghantam wilayah tengah Vietnam pada Kamis (6/11/2025) malam dengan kecepatan angin hingga 149 kilometer per jam. Badai itu menyebabkan 1,6 juta warga kehilangan pasokan listrik dan lebih dari 3.000 rumah mengalami kerusakan berat.
“Atap (lantai dua) rumah saya terbang begitu saja,” kata Nguyen Van Tam, nelayan 42 tahun dari Provinsi Gia Lai. “Kami semua selamat, tapi topan ini sangat mengerikan, banyak pohon tumbang.”
Kementerian Lingkungan Vietnam mencatat lima orang tewas, 57 rumah roboh, dan 11 kapal tenggelam di wilayah Gia Lai dan Dak Lak. Di sepanjang pantai Quy Nhon, tentara dan warga bekerja bersama membersihkan puing dan memulihkan akses jalan.
Evakuasi dan Upaya Pemerintah Vietnam
Menjelang datangnya badai, pemerintah Vietnam telah mengerahkan 260.000 personel militer dan petugas penyelamat serta mengevakuasi ratusan ribu warga dari daerah pesisir. Beberapa bandara dan jalan tol ditutup demi keamanan.
Wakil Perdana Menteri Vietnam, Tran Hong Ha, mendesak otoritas setempat memperlakukan badai ini sebagai kondisi darurat. Ia menekankan pentingnya memastikan bantuan menjangkau daerah terpencil. “Bantuan harus segera disalurkan agar masyarakat memiliki makanan, air, dan pasokan penting,” ujarnya.
Kementerian cuaca nasional memperkirakan hujan deras masih akan mengguyur wilayah pesisir tengah meski Topan Kalmaegi telah melemah setelah memasuki daratan.
Ancaman Iklim dan Rekor Bencana Tahun Ini
Para ilmuwan memperingatkan bahwa intensitas badai seperti Topan Kalmaegi semakin meningkat akibat perubahan iklim yang dipicu pemanasan global. Suhu laut yang hangat mempercepat terbentuknya topan, sementara udara panas menampung lebih banyak uap air dan memicu hujan ekstrem.
Kalmaegi menjadi topan ke-13 di Vietnam dan ke-20 di Filipina pada 2025, melampaui rata-rata tahunan. Tahun lalu, Topan Trami menewaskan 191 orang, tetapi Kalmaegi kini disebut paling mematikan di dunia tahun ini.
Dengan garis pantai 3.200 kilometer dan banyak sungai, Vietnam dan Filipina sangat rentan terhadap bencana tropis. Kedua pemerintah kini fokus pada pemulihan dan memperkuat sistem peringatan dini agar korban bisa ditekan di masa depan.
